MAKALAH
Pembentukan Persekutuan Dan Perubahan Kepemilikan
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI BISNIS INDONESIA
JAKARTA 2015
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Wr.Wb
Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT atas berkat,rahmat, taufik dan hidayah-Nya, penyusunan makalah yang
berjudul “Pembentukan Persekutuan dan Perubahan Kepemilikan” dapat diselesaikan
dengan baik guna memenuhi tugas Akuntansi Lanjutan 1
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah
ini banyak mengalami kendala, namun berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dari
berbagai pihak dan berkah dari Allah SWT sehingga kendala-kendala yang dihadapi
tersebut dapat diatasi.
Akhirnya,
dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih banyak terdapat
kekurangan-kekurangan, sehingga penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang
bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Jakarta,
20 September 2015
PENULIS
DAFTAR
ISI
Halaman Judul _____1
Kata Pengantar
____2
Daftar Isi _____3
BAB I
Latar Belakang Masalah____ _____4
BAB II
Pembahasan _____________________________6
1.2 Investasi pada persekutuan________________________________________6
1.3 Setoran modal dari perusahaan
perseorangan_________________________10
1.4 Akuntansi untuk kegiatan usaha
persekutuan_________________________15
1.5 Perjanjian bagi
hasil____________________________________________16
1.6 Perubahan
kepemilikan__________________________________________23
1.7 Pembelian kepemilikan dari sekutu
yang ada_________________________25
1.8 Investasi pada persekutuan yang
ada_______________________________30
1.9 Pembubaran persekutuan yang sedang
berjalan karena kematian atau pengunduran
diri__________________________________________________35
BAB III
Kesimpulan dan Saran _____ __________18
Daftar Pustaka ____19
BAB 1
Latar Belakang
Akuntansi merupakan aktivitas jasa. Fungsinya adalah
untuk menyediakaninformasi kuantitatif, terutama yang bersifat keuangan,
tentang entitas (kesatuan) usaha yang dipandang akan bermanfaat dalam
pengambilan keputusan ekonomi dalam menetapkan pilihan yang tepat di antara
berbagai alternatif tindakan.Semua badan usaha, tanpa memandang besar dan sifat
operasinya, memerlukancatatan-catatan yang akurat untuk transaksi usaha.
Perusahaan yang tidak menyelenggarakan catatan yang akurat tidak akan dapat
beroperasi seefisien dansemenguntungkan perusahaan yang menyelenggarakan
catatan yang akurat. Disamping itu, kebutuhan para pemakai informasi akuntansi
atas keakuratan dataakuntansi menyebabkan perusahaan menyelenggarakan pembukuan
dan catatan yang akurat, yang secara wajar mencerminkan aktivitas usaha
perusahaannya.
Setiap transaksi yang dilakukan dalam perusahaan
mempengaruhi posisi keuangan yaitu posisi harta (aktiva), utang (kewajiban),
dan modal (ekuitas)perusahaan. Aktiva adalah manfaat ekonomi yang sangat
mungkin diperoleh atau dikendalikan oleh entitas tertentu pada masa mendatang
sebagai hasil transaksi atau kejadian masa lalu.
Kewajiban adalah pengorbanan manfaat ekonomi yang
sangat mungkin terjadi pada masa mendatang yang timbul dari keharusan yang
dihadapi entitas tertentu saat ini untuk mentransfer aktiva atau memberikan
jasa kepada entitas lain pada masa mendatang sebagai hasil transaksi atau
kejadian masa lalu.Ekuitas atau aktiva bersih merupakan hak residual atas
aktiva entitas atau perusahaan yang masih ada sesudah dikurangi dengan kewajiban-kewajibannya.
Dalam sebuah perusahaan, ekuitas adalah hak pemilikan.
Ekuitas pemilik mengukur hak pemilik dalam total sumber daya perusahaan
bersangkutan. Hal ini timbul dari investasi oleh pemilik dan meningkat akibat
laba bersih dan menurun akibat kerugian atau pembagian kepada pemilik. Hak
pemilikan tidak perlu dibayarkan pada tanggal tertentu; dalam kasus penutupan
usaha, hak itu merupakan klaim atas aktiva sesudah hutang kepada para kreditor
dibayarkan seluruhnya.Metode pelaporan ekuitas pemilik bervariasi menurut
bentuk unit usaha. Unitusaha pada dasarnya dibagi dalam tiga kategori:
1.
perusahaan perorangan,
2.
persekutuan dan,
3.
perseroan.
Pada perusahaan perorangan, ekuitas pemilik dalam
aktiva dilaporkan dengan perkiraan modal tersendiri. Saldo perkiraan ini
merupakan hasil kumulatif investasi dan penarikan pemilik dan juga laba serta
kerugian masa lalu.
Pada persekutuan, masing-masing sekutu memiliki
perkiraan ekuitas. Saldo perkiraan ekuitas mengikhtisarkan investasi dan
penarikan serta bagian laba dan kerugian masa lalu untuk, dan karenanya
merupakan ukuran ekuitas masing-masing sekutu dalam aktiva perusahaan.
Pada perseroan, selisih antara aktiva dan kewajiban
disebut ekuitas pemilik,ekuitas pemegang saham, atau ekuitas saja. Dalam penyajian
pemegang saham pada neraca, dibedakan antara ekuitas yang berasal dari
investasi pemegang saham, yang disebut modal kontribusi atau modal setoran, dan
ekuitas yang berasal dari laba, yang disebut saldo laba.
BAB 2
PEMBAHASAN
Pengertian Persekutuan
Persekutuan didefinisikan sebagai “suatu perkumpulan
dua orang atau lebih untuk menjadi pemilik bersama atas bisnis tertentu guna
memperoleh laba”. Secara hukum, umur persekutuan berakhir seiring dengan
masuknya sekutu baru atau karena pembubaran paksa akibat kepailitan yang
dinyatakan oleh pengadilan.
Tiap sekutu dari suatu persekutuan merupakan agen
untuk seluruh kegiatan persekutuan dan bertanggung jawab atas seluruh utang
piutang persekutuan.Misalnya, jika persekutuan tidak mampu membayar, mungkin
para sekutu harus menggunakan harta pribadi mereka untuk membayar utang
persekutuan melalui persetujuan sekutu lainnya.
Pelaporan keuangan persekutuan dirancang untuk
memenuhi kebutuhan tiga kelompok pengguna laporan – para sekutu, kreditor persekutuan,
dan pemerintah (untuk urusan perpajakan). Sekutu membutuhkan informasi
akuntansi untuk perencanaan dan pengendalian aktiva dan kegiatan persekutuan
dan untuk mengambil keputusan investasi pribadi sehubungan dengan investasi
dalam persekutuannya.
1.2 Investasi pada Persekutuan
Investasi awal pada persekutuan bisa dilakukan oleh
sekutu dalam bentuk kas dan non kas. Investasi ini dicatat dalam akun “Modal
Sekutu” yang dibuat untuk tiap-tiap sekutu. Misalnya, setoran modal awal pada
Persekutuan Al Amin yang dilakukan oleh Andina dan Mahatma @Rp.2.000.000,-
dicatat sebagai berikut:
Kas (+A)
|
Rp2.000.000
|
|
Modal Andina (+E)
|
|
Rp2.000.000
|
Investasi awal Andina dalam bentuk kas
|
|
|
Kas (+A)
|
Rp2.000.000
|
|
Modal Mahatma (+E)
|
|
Rp2.000.000
|
Investasi awal Mahatma dalam bentuk kas
|
|
|
Apabila sekutu menyetorkan modal awal pada persekutuan
dalam bentuk aktiva non kas, maka nilai aktiva non kas tersebut diukur
berdasarkan nilai wajarnya pada saat investasi dilakukan. Secara teoritis,
nilai wajar harus ditentukan oleh penilai independen, namun untuk praktisnya,
nilai wajar dari aktiva non kas tersebut ditentukan oleh kesepakatan semua
sekutu. Nilai yang disepakati harus dicantumkan secara tertulis dalam
perjanjian persekutuan. Misalnya, Andina dan Mahatma membentuk persekutuan
dengan menyetorkan modal awal dalam bentuk aktiva non kas sebagai
berikut:
|
Harga Beli
|
Nilai Wajar
|
Andina:
|
|
|
Tanah
|
Rp10.000.000
|
Rp15.000.000
|
Bangunan
|
Rp35.000.000
|
Rp50.000.000
|
Mahatma:
|
|
|
Kas
|
Rp10.000.000
|
Rp10.000.000
|
Persediaan
|
Rp30.000.000
|
Rp25.000.000
|
Berdasarkan setoran awal tersebut, investasi dari
kedua sekutu di atas dijurnal sebagai berikut:
Tanah (+A)
|
Rp15.000.000
|
|
Bangunan (+A)
|
Rp50.000.000
|
|
Modal Andina (+E)
|
|
Rp65.000.000
|
Investasi awal dalam bentuk aktiva non kas berupa
tanah dan bangunan.
|
Kas (+A)
|
Rp10.000.000
|
|
Persediaan (+A)
|
Rp25.000.000
|
|
Modal Mahatma (+E)
|
|
Rp35.000.000
|
Investasi awal dalam bentuk kas dan aktiva non kas
berupa persediaan.
|
Selain setoran dalam bentuk kas dan aktiva non kas,
hal lain yang perlu diperhatikan adalah ketika para sekutu sepakat atas
“kepemilikan modal relatif “ yang tidak sesuai dengan investasi awal sekutu
dalam bentuk aktiva yang dapat diidentifikasi. Misalnya, Andina dan Mahatma
sepakat membagi kepemilikan modal relatif sama rata (50%:50%), walaupun
keduanya menyetorkan modal awal dengan jumlah yang tidak sama (Andina
menyetorkan modal awal sebesar Rp.65.000.000,- sedangkan Mahatma menyetorkan
sebesar Rp.35.000.000,-). Kesepakatan tersebut mengindikasikan bahwa Andina
menyetujui Mahatma menginvestasikan suatu aktiva yang tidak teridentifikasi
misalnya kemampuan individual, koneksi dengan bank, atau kemampuan lain yang
memberikan manfaat bagi persekutuan.
Sebagai akibat dari kesepakatan tersebut diatas, maka
penyesuaian terhadap saldo masing-masing sekutu perlu dilakukan guna memenuhi
persyaratan tersebut. Ada 2 (dua) pendekatan yang dapat digunakan untuk
melakukan penyesuaian tersebut, yakni: Pendekatan Bonus dan Pendekatan
Goodwill.
Dengan pendekatan bonus, aktiva yang tidak
teridentifikasi tidak dicatat dalam buku persekutuan dan yang diperlukan hanya
ayat jurnal berikut:
Modal Andina (-E)
|
Rp15.000.000
|
|
|
Modal Mahatma (+E)
|
|
Rp15.000.000
|
|
Membentuk kepemilikan modal yang sama besar
Rp.50.000.000,- dengan mencatat bonus untuk Mahatma sebesar Rp.15.000.000,-
dari Andina.
|
|
|
Apabila pendekatan goodwill yang
digunakan, maka aktiva tidak teridentifikasi yang disumbangkan oleh Mahatma
diukur sesuai dengan dasar investasi Andina sebesar Rp.65.000.000,- untuk
kepemilikan 50%. Investasi Andina mengimplikasikan total modal persekutuan
sebesar Rp.130.000.000,- (Rp.65.000.000,- : 50%) dan goodwill
diakui sebesar Rp 30.000.000,- (total modal
Rp.130.000.000,- – Rp.95.000.000,-). Oleh karena itu, jurnal yang diperlukan
untuk goodwill ini adalah sebagai berikut:
Goodwill (+A)
|
Rp30.000.000
|
|
|
Modal Mahatma (+E)
|
|
Rp30.000.000
|
|
Membentuk kepemilikan modal yang sama besar
Rp.65.000.000,- dengan mencatat goodwill untuk Mahatma sebesar
Rp.30.000.000,-
|
|
|
Kedua pendekatan tersebut diatas sama-sama efektif
dalam mencocokkan akun modal dengan perjanjian dan sama rata dalam
mengalokasikan kepemilikan modal kepada sekutu individual. Keputusan untuk
menggunakan satu pendekatan dibanding pendekatan yang lain tergantung pada
sikap sekutu terhadap pencatatan goodwill sebesar Rp.30.000.000,-
(menurut pendekatan goodwill) atau kemauan dari Andina untuk menerima bahwa
nilai modalnya hanya sebesar Rp.50.000.000,- untuk investasinya yang sebesar
Rp.65.000.000,- (menurut pendekatan bonus).
1.3
Setoran modal dari
perusahaan perseorangan
Sekutu yang menyerahkan modalnya
dalam bentuk neraca perusahaan perseorangan, pada umumnya dilakukan penilaian
kembali dengan nilai wajar dan disetujui oleh para sekutu. Pencatatan atas
penyerahan neraca perusahaan ada 2 (dua) metode, yaitu persekutuan menggunakan
pembukuan baru atau menggunakan buku lama yaitu buku neraca perusahaan
perseorangan dilanjutkan.
Kedua metode di atas akan
menghasilkan laporan keuangan yang sama pada persektuan baru.
Contoh 3:
Pada awal tahun 2006, Fira,
Hasbi, dan Fika mendirikan persekutuan ”Meranti”. Fira menyerahkan uang tunai
sebesar Rp10.000.000,00, Hasbi menyerahkan bangunan seharga Rp20.000.000,00 dan
dilakukan penilaian kembali sebesar Rp25.000.000,00. Fika menyerahkan
perusahaan perseorangan sebagai berikut:
Tabel 2
Perusahaan Fika
Neraca
Per 1 Januari 2006
Aktiva
Lancar
(Rp)
Kas
32.000.000
Piutangusaha
45.000.000
(-) Penyisihan piutang
Tak tertagih
(3.000.000)
Persediaan
BD
42.000.000
116.000.000
Aktiva Tetap
Kendaraan
30.000.000
(-) Akm.
Penyusutan (
14.000.000)
16.000.000
Total
Aktiva
132.000.000
|
KewajibanLancar
(Rp)
Utangusaha
52.000.000
Modal
Fika
80.000.000
Total kewajiban &
modal 132.000.000
|
Disetujui bahwa Fika akan
mengambil uang kas dan persekutuan Meranti akan mengambil alih sisa aktiva dan
menanggung kewajiban. Akan tetapi harus dibuat penyesuaian sebagai berikut:
1.
Piutang usaha sebesar Rp2.500.000 dihapuskan dan disisihkan piutang tak
tertagih sebesar 5% dari saldo piutang yang baru.
2.
Persediaan barang dagang ditetapkan dengan harga pasar Rp40.000.000.
3.
Kendaraan dinilai seharga Rp15.000.000 dan perkiraan akumulasi penyusutan
dihilangkan.
Diminta:
Mencatat transaksi terbentuknya
persekutuan Meranti jika diasumsikan bahwa persekutuan menggunakan buku baru
atau buku lama.
Persekutuan Menggunakan Buku Baru
Mencatat masuknya sekutu Fira
Kas
Rp10.000.000,00
Modal
Fira
Rp10.000.000,00
Mencatat masuknya sekutu Hasbi
Bangunan
Rp25.000.000,00
Modal
Hasbi Rp25.000.000,00
Mencatat masuknya sekutu Fika
Piutang
usaha
Rp42.000.000,00
Persediaan barang
dagang
Rp40.000.000,00
Kendaraan
Rp15.000.000,00
Utang
usaha
Rp52.000.000,00
Penyusihan piutang tak
tertagih
Rp 2.125.000,00
Modal
Fika
Rp43.375.000,00
Persekutuan Menggunakan Buku Lama
Mencatat masuknya sekutu Fira
Kas
Rp10.000.000,00
Modal
Fira Rp10.000.000,00
Mencatat masuknya sekutu Hasbi
Bangunan
Rp25.000.000,00
Modal
Hasbi
Rp25.000.000,00
Mencatat masuknya sekutu Fika
Modal Fika
Rp32.000.000,00
Kas
Rp32.000.000,00
Penyisihan piutang tak
tertagih Rp
875.000,00
Akum.penyus
kendaraan
Rp 14.000.000,00
Modal
Fika
Rp 4.625.000,00
Piutang
usaha Rp2.500.000,00
PersediaanBD Rp2.000.000,00
Kendaraan Rp15.000.000,00
Dari jurnal di atas dengan kedua
metode akan menghasilkan neraca persekutuan awal pada saat berdirinya
persekutuan adalah sama, seperti di bawah
ini:
Persekutuan Meranti
Neraca
Per 1 Januari 2006
Aktiva
Lancar
(Rp)
Kas
10.000.000
Piutang
usaha
42.500.000
(-) Penyisihan piutang
Tak tertagih
(2,125.000)
Persediaan
BD
40.000.000
90.375.000
Aktiva Tetap
Bangunan
25.000.000
Kendaraan
15.000.000
40.000.000Total
Aktiva
130.375.000
|
KewajibanLancar
(Rp)
Utangusaha
52.000.000
Modal
Modal
Fira
10.000.000
Modal
Hasbi
25.000.000
Modal
Fika
43.375.000
78.375.000
Total kewajiban &
modal 130.375.000
|
1.4 Akuntansi untuk Kegiatan
Usaha Persekutuan
Kegiatan usaha persekutuan sama dengan kegiatan usaha
bentuk badan usaha lainnya yang bergerak di bidang usaha yang sama. Namun,
dalam menentukan laba persekutuan selama suatu periode, biaya-biaya harus
diperiksa dengan cermat untuk memastikan bahwa biaya pribadi para sekutu
dikeluarkan dari biaya usaha persekutuan. Apabila biaya pribadi seorang sekutu
dibayar dengan menggunakan aset persekutuan, pembayaran tersebut dibebankan ke
akun “Penarikan” atau “Modal Sekutu” yang bersangkutan.
Laporan keuangan persekutuan meliputi Laporan Neraca,
Laba Rugi, Laporan Modal Persekutuan, dan Laporan Arus Kas. Asumsikan Andina
dan Mahatma yang membagi labanya dengan rasio (60% : 40%), berturut-
turut data yang terkait dengan akun ekuitas persekutuan untuk tahun 2010 adalah
sebagai berikut:
Laba bersih persekutuan
|
Rp75.000.000
|
Modal Andina (1 Januari 2010)
|
Rp65.000.000
|
Investasi tambahan Andina (tahun 2010)
|
Rp35.000.000
|
Pengambilan Andina (tahun 2010)
|
Rp25.000.000
|
Modal Mahatma (1 Januari 2010)
|
Rp35.000.000
|
Pengambilan Mahatma (tahun 2010)
|
Rp10.000.000
|
Penarikan Mahatma (tahun 2010)
|
Rp15.000.000
|
Laporan modal sekutu yang ditampilkan dibawah ini
memberikan perbandingan saldo modal awal dan modal yang dikontribusikan bersih
yang berguna bagi para sekutu dalam menentukan: kebijakan investasi, penarikan
dana, dan dalam mengontrol penyimpangan terhadap kebijakan yang dibuat.
ANDINA DAN MAHATMA
|
Laporan Modal Sekutu (31 Desember 2010, dalam
Rupiah)
|
|
Andina (60%)
|
Mahatma (40%)
|
Total
|
Saldo Modal (01/01/10)
|
65.000.000
|
35.000.000
|
100.000.000
|
(+) Investasi Tambahan
|
35.000.000
|
0
|
35.000.000
|
(-) Penarikan Sekutu
|
0
|
(15.000.000)
|
(15.000.000)
|
(-) Pengambilan Sekutu
|
(25.000.000)
|
(10.000.000)
|
(35.000.000)
|
Modal Kontribusi
Bersih
|
75.000.000
|
10.000.000
|
85.000.000
|
(+) Laba Bersih Tahun 2010
|
45.000.000
|
30.000.000
|
75.000.000
|
Saldo Modal
(31/12/10)
|
120.000.000
|
40.000.000
|
160.000.000
|
1.5 Perjanjian Bagi Hasil
Pembagian yang sama besar atas laba persekutuan
diterapkan apabila tidak ada perjanjian bagi hasil. Namun, para sekutu umumnya
sepakat untuk membagi labanya dalam rasio tertentu, seperti pembagian (60% :
40%) dalam ilustrasi persekutuan Andina dan Mahatma. Perjanjian bagi hasil juga
berlaku untuk pembagian kerugian kecuali bila dinyatakan lain dalam perjanjian.
Perjanjian untuk membagi laba rugi yang sama besar
atau dalam rasio tertentu umumnya banyak ditemukan dalam kontrak persekutuan,
namun, perjanjian bagi hasil yang lebih kompleks juga bisa ditemukan dalam
praktik di lapangan. “Waktu” yang didedikasikan para sekutu untuk
kegiatan bisnis persekutuan dan “Modal” yang diinvestasikan ke dalam
bisnis oleh sekutu individual seringkali menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan
perjanjian bagi hasil.Apabila seorang sekutu mengelola persekutuan, perjanjian
persekutuan memperbolehkan sekutu tersebut memperoleh tunjangan gaji yang
jumlahnya mungkin sebesar dengan jumlah yang bisa dia peroleh dari kesempatan
bekerja ditempat lain sebelum laba yang tersisa dialokasikan. Demikian pula
halnya, bila seorang sekutu melakukan investasi yang signifikan jumlahnya
dibanding sekutu lain dalam suatu persekutuan, perjanjian bisa saja memberikan
tunjangan bunga atas investasi modal sebelum laba yang tersisa dibagikan.
Seperti halnya tunjangan gaji, maka tunjangan bunga mungkin merupakan bagian
dari ketentuan dalam perjanjian persekutuan dan tidak mempunyai dampak terhadap
pengukuran laba persekutuan.
1.5.1 Pertimbangan Jasa dalam
Perjanjian bagi hasil
Seperti yang disebutkan sebelumnya, seorang sekutu
yang mendedikasikan waktunya untuk kegiatan usaha persekutuan sementara sekutu
lainnya bekerja ditempat lain boleh menerima tunjangan gaji. Tunjangan gaji
juga digunakan untuk mengkompensasi selisih nilai wajar atas kemampuan para
sekutu, yang mendedikasikan waktunya untuk sekutu aktif dan bonus untuk sekutu
pelaksana/pengelola untuk mendorong perolehan laba yang lebih besar. Alternatif
ini diilustrasikan melalui persekutuan Mitha, Jhoni, dan Gama. Gama adalah
sekutu pelaksana, Mitha adalah manajer penjualan, dan Jhoni bekerja di luar
persekutuan.
Tunjangan Gaji Dalam Perjanjian Bagi Hasil.
Asumsikan bahwa perjanjian persekutuan menyatakan
bahwa Gama dan Mitha menerima tunjangan gaji masing-masing sebesar
Rp.12.000.000,- dan laba yang tersisa dialokasikan secara sama rata di antara
ketiga sekutu. Jika laba bersih adalah Rp.100.000.000,- selama tahun 2010 maka
alokasi laba ditunjukkan dalam perhitungan dibawah ini:
PERSEKUTUAN GAMA, MITHA DAN JHONI
|
Skema Alokasi Pembagian Laba (Tahun 2010, dalam
Rupiah)
|
|
|
Gama
|
Mitha
|
Jhoni
|
Total
|
Laba Bersih
|
100.000.000
|
|
|
|
|
Tunjangan Gaji (Gama dan Mitha)
|
(24.000.00)
|
12.000.000
|
12.000.00
|
0
|
24.000.000
|
Sisa Laba untuk Dibagikan
|
76.000.000
|
|
|
|
|
Dibagi Rata ke: Gama, Mitha dan Jhoni
|
(76.000.00)
|
25.333.333
|
25.333.33
|
25.333.333
|
76.000.000
|
Sisa Laba untuk Dibagikan
|
0
|
|
|
|
|
Alokasi laba Bersih
|
|
37.333.333
|
37.333.33
|
25.333.333
|
100.000.00
|
Dalam akuntansi persekutuan, tunjangan gaji bukan
merupakan biaya dalam menentukan laba bersih persekutuan. Tunjangan tersebut
merupakan alat untuk memperoleh pembagian laba yang adil di antara para sekutu berdasarkan
waktu dan kemampuan yang diberikan untuk kegiatan usaha persekutuan.
Menghitung laba persekutuan setelah gaji bisa
dilakukan saat membandingkan kinerja usaha persekutuan dengan usaha sejenis
yang dijalankan dengan bentuk perusahaan. Pemegang saham yang mendedikasikan
waktunya untuk urusan perusahaan adalah para karyawan, dan gaji mereka
dikurangkan dalam mengukur laba bersih perusahaan. Tidak dimasukkannya
tunjangan gaji dalam perhitungan laba persekutuan akan menyebabkan perbandingan
yang tidak akurat antara kinerja perusahaan dan kinerja persekutuan.
Penyesuaian lainnya, seperti pajak penghasilan badan, juga perlu dilakukan
untuk perbandingan yang lebih akurat.
Perhitungan laba perusahaan setelah tunjangan gaji
juga dapat dilakukan dalam menilai kesuksesan suatu bisnis. Sukses suatu
persekutuan dari sisi keuangan terletak pada perolehan tingkat pengembalian
yang wajar atas jasa yang diberikan sekutu, atas modal yang diinvestasikan
dalam bisnis tersebut, dan untuk risiko yang dihadapi. Apabila laba persekutuan
tidak lebih besar daripada gabungan jumlah yang dapat diperoleh sekutu aktif
dengan bekerja di luar persekutuan, maka bisnis ini tidak dianggap sukses
secara keuangan. Laba setelah tunjangan gaji (imputed salaries) haruslah
cukup untuk mengkompensasi modal yang diinvestasikan dan risiko yang diambil.
Bonus dan Tunjangan Gaji.
Asumsikan bahwa perjanjian persekutuan Gama, Mitha dan
Jhoni menyatakan bahwa Gama menerima bonus sebesar 10% dari laba bersih
persekutuan untuk jasanya mengelola usaha. Selain itu, Gama dan Mitha menerima
tunjangan gaji sebesar masing-masing sebesar Rp.12.000.000,- dan Rp.8.000.000,-
untuk jasa yang diberikan, dan bahwa laba persekutuan yang tersisa akan dibagi
rata di antara ketiga sekutu tersebut. Apabila laba bersih persekutuan adalah
Rp.100.000.000,- pada tahun 2010, laba persekutuan dialokasikan seperti yang
ditunjukkan dalam perhitungan sebagai berikut:
PERSEKUTUAN GAMA, MITHA DAN JHONI
|
Skema Alokasi Pembagian Laba (Tahun 2010, dalam
Rupiah)
|
|
|
Gama
|
Mitha
|
Jhoni
|
Total
|
Laba Bersih
|
100.000.000
|
|
|
|
|
Bonus untuk Gama
|
(10.000.000)
|
10.000.000
|
|
|
10.000.000
|
Sisa Laba untuk Dibagikan
|
90.000.000
|
|
|
|
|
Tunjagan Gaji untuk Gama dan Mitha
|
(20.000.000)
|
12.000.000
|
8.000.000
|
0
|
20.000.000
|
Sisa Laba untuk Dibagikan
|
70.000.000
|
|
|
|
|
Dibagi Rata
|
(70.000.000)
|
23.333.333
|
23.333.333
|
23.333.333
|
70.000.000
|
Sisa Laba untuk Dibagikan
|
0
|
|
|
|
|
Alokasi Laba Bersih
|
|
45.333.333
|
31.333.333
|
23.333.333
|
100.000.000
|
Skema alokasi mengikuti ketentuan dalam perjanjian
bagi hasil dalam mengalokasikan pertama-tama bonus, kemudian tunjangan gaji,
dan terakhir sisanya ke para sekutu individual. Bonus dihitung berdasarkan laba
bersih persekutuan karena konsep “laba bersih persekutuan” umumnya dimengerti
dalam praktik akuntansi (yaitu, sebelum dikurangi dengan tunjangan gaji).
Intinya, perjanjian persekutuan harus akurat dalam menyatakan prosedur
pengukuran yang digunakan untuk menentukan jumlah suatu bonus.
1.5.2 Modal Sebagai Faktor Dalam
Perjanjian Bagi Hasil
Kontribusi modal para sekutu seringkali menjadi bahan
pertimbangan dalam perjanjian bagi hasil. Jika modal dipertimbangkan dalam
pembagian laba persekutuan, perjanjian bagi hasil harus jelas menyatakan konsep
modal yang akan diterapkan. Misalnya, modal bisa merujuk ke saldo awal modal,
saldo akhir modal, atau saldo modal rata–rata.
Jika penggunaan saldo awal modal dijadikan sebagai
dasar untuk mengalokasikan laba persekutuan, maka hal ini tidak mendorong
adanya investasi tambahan dari sekutu selama periode akuntansi karena sekutu
yang melakukan investasi tersebut tidak menerima kompensasi dalam pembagian
laba sampai periode berikutnya. Masalah yang sama timbul bila saldo modal
akhir yang digunakan sebagai dasar untuk mengalokasikan laba persekutuan.
Penggunaan saldo modal akhir akan mendorong para sekutu untuk melakukan
investasi pada akhir tahun karena investasi tambahan akan termasuk dalam
penentuan bagian laba tiap sekutu, namun tidak ada insentif untuk sekutu yang
melakukan investasi sebelum akhir tahun. Oleh karena kedua pendekatan tersebut
dianggap tidak adil, maka biasanya para sekutu menggunakan saldo modal
rata–rata tertimbang dimana pendekatan ini memberikan dasar yang paling adil
untuk mengalokasikan laba persekutuan.
Firma WITA membagi laba-rugi
berdasarkan perbandingan saldo modal rata-rata tertimbangPerkiraan buku besar modal sekutu terdiri atas:
Tabel
4
Buku besar Modal para sekutu
Modal Winarto
Tgl.
|
Keterangan
|
Debit
(Rp)
|
Kredit
(Rp)
|
Saldo
(Rp)
|
1/1-13
1/4-13
1/9-13
|
Saldo
Investasi
Investasi
|
-
-
-
|
-
3.000.000
4.500.000
|
(30.000.000)
(33.000.000)
(37.500.000)
|
Modal Anita
Tgl.
|
Keterangan
|
Debit
(Rp)
|
Kredit
(Rp)
|
Saldo
(Rp)
|
1/1-13
1/5-13
1/8-13
1/11-13
|
Saldo
Pengambilan
Pengambilan
Investasi
|
-
7.500.000
6.000.000
-
|
-
-
-
12.000.000
|
(40.000.000)
(32.500.000)
(26.500.000)
(38.500.000)
|
Perhitungan:
Pada tahun2013 Firma WITA memperolehlabasebesar Rp81.900.000
Nama
Sekutu
|
Tgl.
|
Saldo
(Rp)
|
Bulan
|
Jumlah
(Rp)
|
Winarto
|
1/1-13
1/4-13
1/9-13
|
30.000.000
33.000.000
37.500.000
|
3
5
4
|
90.000.000
165.000.000
150.000.000
|
|
|
|
12
|
405.000.000
|
Anita
|
1/1-13
1/5-13
1/8-13
1/11-13
|
40.000.000
32.500.000
26.500.000
38.500.000
|
4
3
3
2
|
160.000.000
97.500.000
79.500.000
77.000.000
|
|
|
|
12
|
414.000.000
|
Jadi perbandingan modal rata-rata tertimbang = Winarto : Anita = 405 : 414
Bagian laba untuk sekutu:
Winarto = 405/819 x Rp81.900.000
= Rp40.500.000
Anita = 414/819 x Rp81.900.000 =
Rp41.400.000
Jurnal firma WITA atas pembagian
laba-rugi:
Ikhtisar
laba-rugi
Rp81.900.000,-
Modal
Winarto
Rp40.500.000,-
Modal
Anita
41.400.000,-
1.6 Perubahan Pada Kepemilikan
Persekutuan
Entitas persekutuan yang telah ada akan bubar apabila
ada sekutu baru bergabung atau sekutu yang ada mengundurkan diri atau
meninggal. Namun demikan, pembubaran tidak selalu berakibat berakhirnya
kegiatan usaha persekutuan atau berakhirnya persekutuan sebagai suatu entitas
akuntansi dan bisnis yang terpisah. Apabila suatu persekutuan bubar secara
hukum sebagai akibat dari masuknya sekutu baru atau dengan pengunduran diri
ataumeninggalnya sekutu yang ada, maka suatu “perjanjian persekutuan baru perlu
dibuat” untuk melanjutkan kegiatan usaha persekutuan.
Satu pertanyaan akan timbul berkaitan dengan apakah
aktiva dari persekutuan yang berlanjut tersebut harus direvaluasi atau tidak.
Disatu pihak, ada yang berpendapat bahwa karena pembubaran secara hukum
mengakhiri persekutuan yang lama, maka seluruh aktiva yang dipindahkan ke
persekutuan baru harus direvaluasi dengan cara yang sama seakan-akan aktiva
tersebut telah dijual ke suatu perusahaan. Dipihak lain, ada yang berpendapat
bahwa perubahan kepemilikan persekutuan tidak berbeda dengan perubahan pada
pemegang saham perusahaan, dan bahwa penjualan pribadi atas bagian kepemilikan
tidak memberikan dasar untuk melakukan revaluasi entitas usaha. Pandangan
pertama mencerminkan konsep dari sisi hukum dan pandangan kedua mencerminkan
konsep entitas usaha. Kedua pandangan memiliki dasar yang masuk akal.
1.6.1 Pengalihan Kepemilikan
kepada Pihak Ketiga
Suatu persekutuan tidak bubar apabila ada sekutu yang
mengalihkan kepemilikannya dalam persekutuan kepada pihak ketiga, karena
pengalihan itu sendiri tidak mengubah hubungan para sekutu. Pengalihan yang
demikian hanya memberikan hak kepada pihak yang menerima pengalihan untuk
menerima kepemilikan sekutu yang melakukan pengalihan dalam hal laba
persekutuan dimasa mendatang dan dalam aset persekutuan pada saat terjadi
likuidasi. Pihak penerima tidak otomatis menjadi sekutu dan tidak mendapatkan
hak untuk ikut serta dalam manajemen persekutuan. Karena pihak penerima tidak menjadi
sekutu, maka satu-satunya perubahan yang diperlukan dalam pembukuan persekutuan
adalah pemindahan kepemilikan modal dari pihak pengalih kepada pihak penerima.
Modal Tn Ali (-E)
|
Rp15.000.000
|
|
Modal Tn Adi (+E)
|
|
Rp15.000.000
|
Mencatat pengalihan kepemilikan dari Tn Ali ke Tn
Adi sebesar Rp.15.000.000,-
|
1.6.2 Penerimaan Sekutu Baru
Seorang sekutu baru dapat diterima atas persetujuan
seluruh sekutu yang terlibat dalam persekutuan. Akan, tetapi persekutuan lama
dengan sendirinya menjadi bubar dan perjanjian baru diperlukan untuk
melanjutkan kegiatan usaha persekutuan. Tanpa
adanya perjanjian baru, maka menurut undang-undang persekutuan, semua
keuntungan dan kerugian dari persekutuan yang baru akan dibagikan secara merata
di antara para sekutu.
Seseorang dapat menjadi sekutu dalam suatu
persekutuan yang telah ada dengan jalan membeli kepemilikan satu sekutu, atau
lebih, yang telah ada, dengan persetujuan dari seluruh sekutu yang masih
bergabung dalam entitas persekutuan yang baru atau dengan jalan
menginvestasikan sejumlah uang atau sumber daya lainnya ke dalam persekutuan.
Denganjalan manapun, pembukuan persekutuan harus ditutup untuk memperbarui
akun-akun modal sebagai antisipasi terhadap terbentuknya perjanjian persekutuan
yang baru. Di dalam perjanjian yang baru, para sekutu dapat bersepakat mengenai
pembagian mengenai modal dan keuntungan.
1.7 Pembelian Kepemilikan dari
Sekutu yang Ada
Dengan persetujuan dari seluruh sekutu yang masih
bergabung, sekutu baru dapat diterima ke dalam persekutuan yang ada dengan
membeli kepemilikan langsung dari sekutu yang ada. Persekutuan yang lama akan
dibubarkan, pembukuannya ditutup, dan perjanjian persekutuan baru mengatur
kegiatan usaha yang tetap berjalan.
Misalnya, Abimanyu dan Butet adalah dua orang sekutu
dengan saldo modal masing-masing Rp.50.000.000,- dan mereka membagi laba dan rugi
sama rata. Charles membeli setengah dari kepemilikan Abimanyu seharga
Rp.25.000.000,- dan persekutuan yang baru antara Abimanyu, Butet, dan Charles
terbentuk sehingga Abimanyu dan Charles masing-masing memiliki 25% kepemilikan
dalam modal dan laba dari persekutuannya yang baru. Ayat jurnal yang diperlukan
untuk mencatat pemindahan kepemilikan Abimanyu kepada Charles adalah sebagai
berikut:
Modal Abimanyu (-E)
|
Rp25.000.000
|
|
Modal Charles (+E)
|
|
Rp25.000.000
|
Mencatat pengalihan kepemilikan dari Abimanyu ke
Charles sebesar Rp.25.000.000,-
|
Dalam keadaan ini, kepemilikan atas modal disesuaikan
dengan kepemilikan atas laba sebelum dan sesudah masuknya Charles dan aktiva
bersih dari persekutuan lama dinilai dengan benar dalam pembukuan. Pembayaran sebesar
Rp.25.000.000,- yang dilakukan Charles untuk kepemilikan 25% atas modal dan
laba persekutuan itu adalah Rp.100.000.000,- (Rp.25.000.000 : 25%). Karena
aktiva bersih dari persekutuan lama dicatat pada Rp.100.000.000,- ,sehingga
tidak ada dasar melakukan revaluasi.
Sekarang asumsikan bahwa Abimanyu dan Butet memiliki
saldo modal masing-masing Rp.50.000.000,- dan Rp.40.000.000,- Mereka
sepakat membagi hasil usaha secara sama rata, dan juga mereka sepakat
menerima Charles dalam persekutuan mereka dengan pembayaran sebesar
Rp.25.000.000,- langsung kepada Abimanyu. Para sekutu bisa saja sepakat bahwa
setengah dari saldo modal Abimanyu akan dipindahkan kepada Charles (seperti
contoh sebelumnya), bahwa aktiva bersih tidak akan direvaluasi, dan laba dimasa
mendatang akan dibagi sebesar 25%, 50%, dan 25% berturut-turut kepada Abimanyu,
Butet, dan Charles. Walaupun kelihatan adil, tidak ada alasan yang meyakinkan
untuk melakukan kesepakatan yang demikian, karena kepemilikan atas modal dan
laba “tidak sesuai” baik sebelum maupun sesudah masuknya Charles.
|
Persekutuan Lama
|
Persekutuan Baru
|
|
Investasi Modal (dalam Rupiah)
|
|
Bagian dalam Laba (%)
|
Investasi Modal (dalam Rupiah)
|
|
Bagian dalam Laba (%)
|
|
|
Abimanyu
|
50.000.000
|
5/9
|
50
|
25.000.000
|
5/18
|
25
|
|
Butet
|
40.000.000
|
4/9
|
50
|
50.000.000
|
8/18
|
50
|
|
Charles
|
|
|
|
25.000.000
|
5/18
|
25
|
|
|
90.000.000
|
|
|
90.000.000
|
|
|
|
Berdasarkan informasi diatas, pembayaran Charles
sebesar Rp.25.000.000,- kepada Abimanyu tidak memberikan bukti penilaian yang
benar atas aktiva bersih persekutuan, karena pembayaran tersebut adalah untuk
lima per delapan belas dari aktiva bersih perusahaan, tetapi Charles memperoleh
porsi laba sebesar 25% dari laba persekutuan di masa mendatang. Apabila ingin
melakukan revaluasi, nilai aktiva harus berdasarkan hasil penilaian atau bukti
lain selain jumlah pembayaran Charles kepada Abimanyu.
1.7.1 Revaluasi: Prosedur Goodwill
Asumsikan, Abimanyu dan Butet memiliki saldo modal
masing-masing Rp.50.000.000,- dan Rp.40.000.000,- dan mereka membagi hasil
usahanya sama rata, dan Charles diterima dalam persekutuan dengan total
pembayaran sebesar Rp.50.000.000,- langsung kepada para sekutu. Charles akan
memiliki bagian 50% atas modal dan laba dari persekutuan di masa mendatang.
Beberapa pertanyaan tambahan mengenai kewajaran timbul
sehubungan dengan penilaian total aktiva persekutuan, pemindahan modal kepada
Charles, dan pembagian pembayaran Rp.50.000.000,- antara Abimanyu dan Butet.
Pembayaran Charles sebesar Rp.50.000.000,- untuk memperoleh bagian 50% atas
modal maupun laba menunjukkan bahwa total aktiva persekutuan dinilai sebesar
Rp.100.000.000,- Jika aktiva akan direvaluasi, revaluasi harus dicatat sebelum
masuknya Charles dalam persekutuan. Persekutuan akan mencatat revaluasi
tersebut sebagai berikut:
Goodwill (+A)
|
Rp10.000.000
|
|
Modal Abimanyu (+E)
|
|
Rp5.000.000
|
Modal Butet (+E)
|
|
Rp5.000.000
|
Mencatat goodwill atas revaluasi aktiva
persekutuan
|
Jika aktiva direvaluasi dan akun aktiva
teridentifikasi disesuaikan, maka jumlah hasil penyesuaian tersebut akan
diamortisasi atau disusutkan sepanjang sisa umur aktiva tersebut. Walaupun
prosedur revaluasi biasanya disebut sebagai prosedur goodwill, goodwill tidak
boleh dicatat sampai seluruh aktiva teridentifikasi telah disesuaikan ke nilai
wajarnya. Pendekatan ini mirip dengan pendekatan yang digunakan untuk mencatat
penggabungan usaha menurut metode pembelian atau kondisi divisi usaha atau
kelompok aktiva.
Ayat jurnal sebelumnya yang mencatat goodwill sebesar
Rp.10.000.000,- menambah saldo modal Abimanyu dan Butet berturut-turut menjadi
Rp.55.000.000,- dan Rp.45.000.000,- Apabila kedua sekutu ini masing-masing
memindahkan saldo modal yang sama kepada Charles, maka ayat jurnal untuk
mencatat masuknya Charles ke dalam persekutuan adalah:
Modal Abimanyu (-E)
|
Rp25.000.000
|
|
Modal Butet (E)
|
Rp25.000.000
|
|
Modal Charles (+E)
|
|
Rp50.000.000
|
Mencatat masuknya sekutu Charles ke dalam
persekutuan
|
Alternatif lain, bisa saja saldo modal Abimanyu dan
Butet disesuaikan dalam persekutuan baru sedemikian sehingga keduanya
masing-masing akan memiliki 25% bagian atas modal dan laba persekutuan baru.
Dalam kondisi yang sedemikian, persekutuan akan mencatat masuknya Charles
sebagai berikut:
Modal Abimanyu (-E)
|
Rp30.000.000
|
|
Modal Butet (E)
|
Rp20.000.000
|
|
Modal Charles (+E)
|
|
Rp50.000.000
|
Mencatat masuknya sekutu Charles ke dalam
persekutuan
|
1.7.2 Tanpa Revaluasi: Prosedur
Bonus
Berdasarkan pada ilustrasi diatas, para sekutu sepakat
untuk tidak melakukan revaluasi atas aktiva persekutuan, namun kedua sekutu
masing-masing memindahkan saldo modal yang sama kepada Charles, maka ayat
jurnal untuk mencatat pemindahan ini adalah:
Modal Abimanyu (-E)
|
Rp22.500.000
|
|
Modal Butet (E)
|
Rp22.500.000
|
|
Modal Charles (+E)
|
|
Rp50.000.000
|
Mencatat masuknya sekutu Charles ke dalam
persekutuan
|
Saldo modal yang sama dan bagian yang sama atas laba
dimasa mendatang dipindahkan oleh Abimanyu dan Butet kepada Charles, sehingga
masing-masing menerima kas Rp.25.000.000,- dari Charles dan ini terlihat adil.
Dengan demikian, masing-masing sekutu lama menerima kelebihan Rp.2.500.000,-
dari nilai buku modal yang dipindahkan (Rp.25.000.000,- yang diterima dikurangi
Rp.22.500.000,- modal yang dipindahkan).
Seandainya Abimanyu dan Butet menginginkan agar mereka
memiliki bagian yang sama (yaitu 25%) atas modal dan laba dalam persekutuan
baru, maka Abimanyu akan menerima Rp.30.000.000,- dari Charles, dan Butet
menerima Rp.20.000.000,- Ayat jurnal untuk mencatat pemindahan modal tersebut
akan menjadi seperti berikut:
Modal Abimanyu (-E)
|
Rp27.500.000
|
|
Modal Butet (E)
|
Rp17.500.000
|
|
Modal Charles (+E)
|
|
Rp45.000.000
|
Mencatat masuknya sekutu Charles ke dalam
persekutuan
|
Walaupun bukti pendukung revaluasi tidak selalu
meyakinkan, suatu revaluasi yang berdasarkan harga yang dibayar oleh sekutu
baru yang bergabung memang memberikan keuntungan dengan membentuk saldo modal
untuk sekutu tersebut sesuai dengan jumlah investasinya. Misalnya, saldo modal
Charles sama dengan pembayarannya kepada Abimanyu dan Butet sebesar
Rp.50.000.000,- apabila aktiva direvaluasi. Sebaliknya bila tidak direvaluasi,
saldo modal Charles hanya Rp.45.000.000,-. Lagipula nilai modal yang
dipindahkan dan alokasi kas lebih mudah ditentukan apabila aktiva direvaluasi
karena laba dan rugi yang terkait dengan persekutuan lama akan dicatat dalam
pembukuan.
1.8 Investasi pada Persekutuan
yang Ada
Sekutu baru dapat diterima dalam persekutuan yang
telah ada dengan menginvestasikan uang tunai atau aktiva lain atau dengan
membawa pembeli/klien atau bakat-bakat individual ke dalam kegiatan usaha yang
akan membantu profitabilitas persekutuan di masa mendatang. Oleh karena itu,
persekutuan lama akan bubar secara resmi dan investasi sekutu baru akan dicatat
menurut ketentuan perjanjian persekutuan baru.
Seperti halnya dalam pembelian hak kepemilikan, aktiva
bersih dari persekutuan lama mungkin direvaluasi, mungkin juga tidak. Akan
tetapi karena ada aktiva baru yang diinvestasikan dalam bisnis tersebut, maka
dasar untuk revaluasi tidak perlu ditentukan oleh investasi sekutu baru
tersebut. Apabila jumlah yang diinvestasikan sekutu baru menunjukkan bahwa
persekutuan lama mempunyai aktiva yang nilainya tidak tercatat, maka total
penilaian atas bisnis baru yang berdasarkan pada investasi sekutu baru tersebut
adalah cukup pantas. Disisi lain, apabila bagian atas modal yang diberikan
kepada sekutu baru lebih besar daripada nilai investasinya dan aktiva
teridentifikasi milik persekutuan lama dicatat pada nilai wajarnya, maka
implikasinya adalah sekutu baru itu membawa goodwill ke dalam usaha
tersebut. Jika demikian halnya, total penilaian atas bisnis baru ditentukan
oleh acuan pada modal sekutu lama.
Bukti atas jumlah investasi hanya terkait dengan total
nilai usaha tersebut. Nilai aktiva teridentifikasi ditentukan satu per satu
melalui penilaian atau teknik lainnya. Jika tidak, maka aktiva teridentifikasi
milik persekutuan lama dicatat pada nilai wajarnya. Jika aktiva teridentifikasi
milik suatu persekutuan akan direvaluasi, maka revaluasi tersebut harus
berdasarkan penilaian atau bukti lain yang terkait dengan aktiva tertentu.
1.8.1 Investasi Persekutuan pada
Nilai Buku
Misalkan Ahmad dan Badrun masing-masing memiliki saldo
modal sebesar Rp.40.000.000,- dan membagi hasilnya secara sama rata. Mereka
sepakat untuk menerima Habibah yang menginvestasikan Rp.40.000.000,- tunai dan
akan memiliki sepertiga bagian atas modal dan hasil usaha dari persekutuan baru
yang terdiri dari Ahmad, Habibah, dan Badrun. Investasi Habibah sebesar
Rp.40.000.000,- tersebut sama dengan bagian atas modal yang akan diterimanya [(Rp.80.000.000
+ Rp.40.000.000) : 3], sehingga tidak perlu dilakukan revaluasi.
Investasi Habibah dicatat dalam pembukuan persekutuan sebagai berikut:
Kas (+A)
|
Rp40.000.000
|
|
Modal Habibah (+E)
|
|
Rp40.000.000
|
Mencatat masuknya sekutu Habibah ke dalam
persekutuan
|
1.8.2 Aktiva Persekutuan
yang Direvaluasi (Goodwill kepada Sekutu Lama)
Sekarang asumsikan bahwa Ahmad dan Badrun, yang
masing-masing memiliki saldo modal Rp.40.000.000,- dan membagi hasil usahanya
sama rata, sepakat untuk menerima Habibah yang menginvestasikan modalnya kepada
persekutuan sebesar Rp.50.000.000,- tunai dan akan memiliki sepertiga bagian
atas modal dan hasil usaha dari persekutuan baru. Karena Habibah bersedia
membayar Rp.50.000.000,- untuk sepertiga bagian dalam aktiva tercatat sebesar
Rp.80.000.000,- dan investasinya Rp.50.000.000,- (aktiva Rp.130.000.000,-), implikasinya
adalah bahwa persekutuan lama memiliki aktiva yang nilainya tidak tercatat.
Nilai aktiva yang tidak tercatat tersebut ditentukan
berdasarkan investasi Habibah. Jadi, total aktiva persekutuan baru akan menjadi
Rp.150.000.000,- (Rp.50.000.000 : 1/3). Nilai aktiva yang tidak tercatat
tersebut sama dengan Rp.20.000.000,- yaitu selisih lebih antara total nilai
aktiva Rp.150.000.000,- dikurangi aktiva tercatat Rp.130.000.000,-
(Rp.80.000.000 + Rp.50.000.000,-). Apabila aktiva direvaluasi, persekutuan akan
membuat ayat jurnal berikut ini:
Goodwill (+A)
|
Rp20.000.000
|
|
Modal Ahmad (+E)
|
|
Rp10.000.000
|
Modal Badrun (+E)
|
|
Rp10.000.000
|
Mencatat revaluasi aktiva persekutuan berdasarkan
nilai investasi Habibah
|
Kas (+A)
|
Rp50.000.000
|
|
Modal Habibah (+E)
|
|
Rp50.000.000
|
Mencatat masuknya sekutu Habibah ke dalam
persekutuan
|
1.8.3 Aktiva Persekutuan yang Tidak
Direvaluasi (Bonus kepada Sekutu Lama)
Jika sekutu tidak menginginkan revaluasi, ayat jurnal
yang diperlukan untuk mencatat masuknya Habibah ke dalam persekutuan sebagai
berikut:
Kas (+A)
|
Rp50.000.000
|
|
Modal Ahmad (+E)
|
|
Rp3.333.333
|
Modal Badrun (+E)
|
|
Rp3.333.333
|
Modal Habibah (+E)
|
|
Rp43.333.334
|
Mencatat masuknya sekutu Habibah ke dalam persekutuan
|
Jika demikian, aktiva bersih persekutuan meningkat
hanya karena nilai investasi baru. Akun modal sekutu baru dikreditkan untuk
sepertiga bagiannya dalam modal persekutuan baru sebesar Rp.130.000.000,- dan
selisih antara investasi dan saldo modal sekutu baru dialokasikan ke akun modal
sekutu lama terkait dengan perjanjian yang lama.
Situasi yang demikian disebut bonus untuk sekutu
lama karena sekutu lama menerima tambahan saldo modal atas sebagian
investasi sekutu lama. Prosedur goodwill dan bonus pada dasarnya sama,
yaitu masing-masing partner akan menerima Rp.50.000.000,- jika bisnis segera
dijual seharga Rp.150.000.000,-
1.8.4 Aktiva Persekutuan yang
Direvaluasi (Goodwill kepada Sekutu Baru)
Anggaplah Ahmad dan Badrun sepakat untuk menerima
Habibah dalam persekutuan untuk 40% bagian atas modal dan laba dengan investasi
sebesar Rp.50.000.000,- Jika demikian, artinya Habibah membawa goodwill ke
dalam persekutuan. Sehingga, Ahmad dan Badrun bersedia menerima Habibah
melebihi nilai investasi tunainya. Karena itu, total nilai persekutuan
ditentukan 60% kepemilikan atas modal dan laba persekutuan baru yang dimiliki
oleh Ahmad dan Badrun. Total modal persekutuan baru adalah Rp.133.333.333,-
(Rp.80.000.000 : 60%), dan persekutuan mencatat masuknya Habibah sebagai
berikut:
Kas (+A)
|
Rp50.000.000
|
|
Goodwill (+A)
|
Rp3.333.333
|
|
Modal Habibah (+E)
|
|
Rp53.333.333
|
Mencatat masuknya sekutu Habibah ke dalam
persekutuan
|
Total modal persekutuan baru adalah Rp.133.333.333,-
($80.000 modal awal + $50.000 investasi baru + $3.333 goodwill), dan Habibah
memiliki 40% bagian atas modal persekutuan baru tersebut.
1.8.5 Aktiva Persekutuan yang Tidak
Direvaluasi (Bonus kepada Sekutu Baru)
Selain dengan memberikan goodwill untuk sekutu
baru yang masuk, prosedur bonus dapat digunakan. Menurut prosedur ini aktiva
tidak direvaluasi, namun saldo modal Ahmad dan Badrun harus dikurangi agar
memenuhi syarat perjanjian 40%. Total aktiva persekutuan baru adalah
Rp.130.000.000,- dan Habibah memiliki bagian 40% senilai Rp.52.000.000,-
Selisih Rp.2.000.000,- antara nilai modal Habibah Rp.52.000.000,- dengan
investasinya Rp.50.000.000,- dianggap sebagai bonus untuk Habibah. Aktiva
persekutuan tidak direvaluasi, sehingga kelebihan Rp.2.000.000,- yang
dikreditkan ke akun Habibah harus dibebankan ke akun modal Ahmad dan Badrun
sesuai dengan rasio bagi hasil mereka yang sebelumnya. Persekutuan mencatat
masuknya Habibah menurut prosedur bonus ini sebagai berikut:
Kas (+A)
|
Rp50.000.000
|
|
Modal Ahmad (-E)
|
Rp1.000.000
|
|
Modal Badrun (-E)
|
Rp1.000.000
|
|
Modal Habibah (+E)
|
|
Rp52.000.000
|
Mencatat masuknya sekutu Habibah ke dalam
persekutuan
|
1.9 Pembubaran Persekutuan yang
Sedang Berjalan karena Kematian atau Pengunduran Diri
Pengunduran diri atau meninggalnya salah sekutu akan
menyebabkan bubarnya persekutuan yang lama dan memerlukan penyelesaian
(pembayaran) dengan sekutu yang mengundurkan diri atau wakil dari sekutu yang
meninggal.
Penilaian dihitung pada tanggal pembubaran, sehingga
pembukuan persekutuan ditutup pada tanggal kematian atau pengunduran diri. Jika
terdapat selang waktu antara saat meninggal atau mengundurkan diri dengan
saat pembayaran akhir, saldo modal sekutu yang meninggal atau mengundurkan diri
diklasifikasikan sebagai kewajiban. Bunga (atau bentuk pengembalian lain) atas
kewajiban tersebut sampai dengan tanggal pembayaran akhir dianggap sebagai
beban dari entitas persekutuan yang sedang berjalan.
Jika sekutu yang mengundurkan diri (atau wakil dari
sekutu meninggal) dibayar sebesar jumlah yang sama dengan saldo akhir modalnya,
maka ayat jurnal satu-satunya yang diperlukan adalah pembebanan saldo ke
modalnya dan pengkreditan ke kas sebesar jumlah yang dibayarkan. Bila
pembayaran kepada sekutu yang pensiun lebih atau kurang dari saldo akhir akun
modal, prosedur revaluasi (goodwill) dan tanpa revaluasi (bonus) menjadi
metode akuntansi alternatif untuk pembayaran tersebut.
Sebagai ilustrasi, asumsikan bahwa Bambang, Chintia,
dan Basri adalah sekutu yang membagi hasil usahanya berturut-turut 40%, 20%,
dan 40%, dan bahwa Basri memutuskan untuk mengundurkan diri. Bagian atas modal
dan hasil usaha ketiga sekutu pada tanggal pensiun Basri adalah sebagai
berikut:
|
Saldo Modal (dalam Rupiah)
|
Prosentase Modal
|
Prosentase Laba Rugi
|
|
|
Bambang
|
70.000.000
|
35
|
40
|
|
Chintia
|
50.000.000
|
25
|
20
|
|
Basri
|
80.000.000
|
40
|
40
|
|
1.9.1 Kelebihan Pembayaran Kepada
Sekutu yang Mengundurkan Diri
Para sekutu yang sepakat bahwa bisnis tersebut
mengalami kurang penilaian (under valued) dilihat dari pembukuan
persekutuan dan bahwa Basri akan dibayar sebesar Rp.92.000.000,- dalam
penyelesaian akhir atas bagiannya dalam persekutuan. Kelebihan pembayaran
kepada Basri dapat dicatat dengan tiga cara: (1) Basri diberi bonus, (2)
modal persekutuan direvaluasi hingga batas kelebihan pembayaran kepada Basri,
atau (3) modal persekutuan dapat direvaluasi berdasarkan jumlah kelebihan
pembayaran tersebut.
Bonus untuk Sekutu yang Mengundurkan Diri. Dengan prosedur bonus, persekutuan akan mencatat
pengunduran diri Basri sebagai berikut:
Modal Bambang (-E)
|
Rp80.000.000
|
|
Modal Chintia (-E)
|
Rp8.000.000
|
|
Modal Basri (-E)
|
Rp4.000.000
|
|
Kas (-A)
|
|
Rp92.000.000
|
Mencatat keluarnya sekutu Basri dari persekutuan
|
Karena Bambang dan Chintia memberikan bonus sebesar
Rp.12.000.000,- kepada Basri, maka jumlah tersebut mengurangi saldo modal
mereka menurut rasio bagi hasil 40 : 20.
Mencatat Goodwill Sebesar Kelebihan Pembayaran. Cara kedua untuk mencatat pengunduran diri Basri
adalah dengan mencatat selisih lebih pembayaran kas kepada Basri dengan saldo
modalnya sebagai goodwill, sebesar Rp.12.000.000,-
Modal Basri (-E)
|
Rp80.000.000
|
|
Goodwill (-A)
|
Rp12.000.000
|
|
Kas (-A)
|
|
Rp92.000.000
|
Mencatat keluarnya sekutu Basri dari persekutuan
|
Dengan pendekatan demikian, goodwill dicatat
hanya sebesar kelebihan yang dibayarkan oleh sekutu yang masih tinggal dalam
persekutuan. Pendekatan ini hanya menetapkan revaluasi untuk bagian Basri atas
aktiva persekutuan, dan tidak menetapkan revaluasi untuk bagian modal Bambang
dan Chintia.
Revaluasi Total Modal Persekutuan Berdasarkan
Kelebihan Pembayaran. Pendekatan ketiga untuk mencatat pengunduran diri Basri adalah dengan
melakukan penilaian ulang atas total modal persekutuan berdasarkan kelebihan
pembayaran Rp.12.000.000,- Dengan cara ini, total modal persekutuan dinilai
ulang sebagai berikut:
Goodwill (+A)
|
Rp30.000.000
|
|
Modal Chintia (+E)
|
|
Rp12.000.000
|
Modal Basri (+E)
|
|
Rp12.000.000
|
Modal Bambang (+E)
|
|
Rp6.000.000
|
Mencatat goodwill atas penilaian aktiva berdasarkan
kelebihan pembayaran
|
Total kurang penilaian pada persekutuan diukur
berdasarkan jumlah kelebihan pembayaran. Dalam hal ini, jumlah Rp.30.000.000,-
tersebut dihitung dengan membagi kelebihan pembayaran Rp.12.000.000,- dengan persentasi
bagi hasil Basri sebesar 40%. Persekutuan kemudian mencatat pengunduran diri
Basri sebagai berikut:
Modal Basri (-E)
|
Rp92.000.000
|
|
Kas (-A)
|
|
Rp92.000.000
|
Mencatat keluarnya sekutu Basri dari persekutuan
|
1.9.2 Pembayaran Kepada Sekutu Yang
Mengundurkan Diri Dalam Jumlah Yang Kurang Dari Saldo Modalnya
Anggaplah Basri dibayar sebesar Rp.72.000.000,- pada
penyelesaian akhir bagian modalnya. Jika demikian, ketiga sekutu mungkin telah
sepakat bahwa bisnisnya bernilai kurang dari nilai bukunya.
Penurunan Nilai atas Aktiva yang Melebihi Nilai (Overvalued). Pembayaran atas pengunduran diri Basri dalam jumlah
Rp.8.000.000,- lebih kecil daripada saldo akhir modalnya. Hal ini
mengimplikasikan bahwa modal persekutuan yang ada telah lebih nilai sebesar
Rp.20.000.000,- [(Rp.80.000.000 – Rp.72.000.000) : 40%]. Apabila ada bukti yang
mendukung implikasi tersebut, aktiva yang lebih nilai harus diidentifikasi dan
dikurangi hingga nilai wajarnya. Persekutuan mencatat revaluasi dan pembayaran
kepada Dillinger sebagai berikut:
Modal Chintia (-E)
|
Rp4.000.000
|
|
Modal Basri (-E)
|
Rp8.000.000
|
|
Modal Bambang (-E)
|
Rp8.000.000
|
|
Aktiva Bersih ((-A)
|
|
Rp20.000.000
|
Revaluasi aktiva persekutuan atas pembayaran Basri
|
Modal Basri (-E)
|
Rp72.000.000
|
|
Kas ((-A)
|
|
Rp72.000.000
|
Revaluasi pembayaran modal kepada Basri
|
Cara ini bisa dilakukan apabila jumlah Rp.72.000.000,-
yang dibayarkan kepada Basri merupakan hasil penilaian yang ditentukan menurut
undang-undang. Namun, cara ini tidak bisa dilakukan apabila jumlah
Rp.72.000.000,- ditentukan oleh kesepakatan terdahulu di antara para sekutu
tanpa memperdulikan total modal persekutuan pada saat pengunduran diri
tersebut.
Bonus untuk Sekutu yang Masih Bergabung. Apabila terdapat bukti yang mengindikasikan bahwa
modal persekutuan telah dinilai secara wajar, maka persekutuan akan mencatat
pengunduran diri Basri menurut prosedur bonus sebagai berikut:
Modal Basri (-E)
|
Rp80.000.000
|
|
Modal Chintia(-E)
|
|
Rp5.333.333
|
Modal Bambang (-E)
|
|
Rp2.666.667
|
Aktiva Bersih ((-A)
|
|
Rp72.000.000
|
Revaluasi aktiva persekutuan atas pembayaran Basri
|
Cara ini menetapkan bonus kepada Bambang dan Chintia.
Bonus tersebut diukur berdasarkan selisih lebih antara saldo modal Basri dengan
kas yang dibayarkan persekutuan untuk 40% bagiannya.
BAB III
Kesimpulan
Berdasarkan konsep hukum perwakilan bersama (mutual
agency) pada bentuk usaha persekutuan maka tiap sekutu merupakan agen
untuk seluruh kegiatan persekutuan dengan kekuatan untuk mengikat sekutu
lainnya melalui tindakannya mewakili persekutuan. Implikasi dari perwakilan
bersama ini menjadi signifikan bila dihubungkan dengan sifat kewajiban tidak
terbatas yang ada pada persekutuan. Masing-masing sekutu bertanggung jawab
atas seluruh utang persekutuan dan, dalam hal persekutuan tidak mampu membayar,
mungkin harus menggunakan harta pribadi untuk membayar utang persekutuan yang
disetujui sekutu lainnya.
Disini kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah
ini masih jauh dari sempurna sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun
untuk kesempurnaan penulisan makalah selanjutnya sangat kami harapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Hadori
Yunus. 1999. Akuntansi Keuangan Lanjutan, Edisi 1, Cetakan Kedua,BPFE,
Yogyakarta
James M.
Revee, Carl S. Warren, Jonathan E. Duchac, Ersa Tri Wahyuni, Gatot
Richard E.
Baker, Valdean C. Lembke, Thomas E. King.2006.Akuntansi Keuangan Lanjutan, Edisi
6, Salemba Empat